Minggu, 27 Agustus 2017

Khawatirnya Ibu, Khawatirnya Perempuan



Waktu saya masih kecil, pertanyaan yang paling sering Ibu tanyakan adalah, "Sudah makan belum?". Pertanyaan yang sampai sekarang sering Ibu tanyakan sebenarnya, hanya bedanya kalau dulu memang saya tidak doyan makan dan kalau makan lamaaaa pisan. Beban berat bangetlah sama yang namanya makan. Tapi kalau sekarang, lebih karena menjaga berat badan dan Ibu tau benar mau di paksa bagaimanapun juga kalau anaknya sudah memutuskan nggak makan ya nggak akan makan. Saya nurut sama Ibu tapi kalau soal ini susah, hehe.

Saat kuliah. Saya memutuskan untuk ngekos karena tidak sanggup PP Jakarta-Depok dengan tugas kuliah yang segudang. Ibu bilang, "Kabari kalau sudah sampai." setiap saya harus kembali ke kosan. Ibu lebih2 minta di kabari-nya ketika saya pergi untuk penelitian ke Riau dan saat mendapat dinas ke luar Indonesia dari kantor lama. Tapi seringnya saya tidak ingat untuk memberi kabar sampai Ibu menanyakan lagi apakah sudah sampai. 

Saat saya sedang semangat-semangatnya berorganisasi baik itu organisasi di kantor maupun luar kantor sehingga sering pulang malam, Ibu sering mengirim pesan "Kok belum pulang? Udah sampai mana"?. Dan beberapa kali Ibu marah karena saya pulang terlalu malam sampai mengatakan, “Nggak cape apa?”. 

Sekarang. Saat saya kembali harus ngekos dengan jarak yang lebih jauh dari Depok, Ibu kembali meminta hal yang sama, “Kabari kalau sudah sampai”. Dan sekarang ada tambahannya, "Jangan lupa minum air putih" , “Makan, nggak usah diet-diet”. Fyi, soal air putih ini Ibu memang menjadi lebih khawatir karena pernah suatu malam saya mengeluh sakit di area sekitar pinggang sebelah kiri sehingga Ibu dan saya harus pergi ke klinik 24 jam dini hari itu juga. Dokter bilang itu karena ginjal saya dehidrasi, kurang minum.

Ya, Ibu dan segala kekhawatirannya. Dan mungkin semua Ibu di dunia ini melakukan hal yang sama : sering mengkhawatirkan anaknya. Malah mungkin dari sekian banyak list kekhawatiran seorang Ibu, beliau justru lebih banyak mengkhawatirkan kita anaknya di banding dirinya. Huhu..

Soal kekhawatiran Ibu ini, belakangan saya menyadari satu hal. Selain karena cinta, seorang Ibu lebih khawatir terhadap anaknya mungkin karena Ibu adalah perempuan. Perempuan memang lebih suka khawatir. Saya pun begitu. Khawatir menyakiti perasaan orang, khawatir membuat orang kecewa, khawatir setiap niat saya tidak sebenar-benar karena-Nya, khawatir Allah nggak ridho sama apa yang saya lakukan, khawatir kapan jodoh datang (hha, curcol :D), khawatir lipstick yang di pake terlalu kemerahan, khawatir parfum terlalu wangi, khawatir jerawat makin membesar dan bekasnya nggak hilang, khawatir setiap makan lewat jam 7 malam, khawatir kalau baju yang di pakai malah ngebuat tambah besar, daaaan kekhawatiran-kekhawatiran lainnya. Wkwk.. banyak kaaan khawatirnya dan itu pun belum semua di sebutkan. Pun setiap fase khawatirnya berbeda. Misal, waktu sekolah dan kuliah mungkin lebih banyak mengkhawatirkan nilai, amanah organisasi, tugas dan hal lain yang mendominasi kekhawatiran semasa sekolah dan kuliah. 

Benar saja, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease Control and Prevention mengemukakan bahwa wanita cenderung lebih mudah bingung, cemas dan khawatir dibandingkan dengan pria. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 sampai 2011 tersebut mengungkapkan bahwa 22 persen wanita mengaku dirinya merasa khawatir, gugup, dan cemas setiap hari atau setiap minggu dibandingkan dengan hanya 16 persen pria [1].

Nah kaan, penelitian tersebut menunjukkan bahwa perempuan lebih cepat khawatir di banding pria. Gambaran tentang khawatirnya perempuan pun pernah di ungkapkan oleh Kurniawan Gunadi dalam tulisannya yang berjudul “Kekhawatirannya” :

Khawatirnya perempuan itu seperti pepatah; mati satu tumbuh seribu. Seolah tidak ada habisnya. Sesuatu yang kalau ia perbincangkan dengan laki-laki mungkin akan ditanggapi;ah santai saja.  
*Hurr, nyebelin nggak sih laki-laki?

Maka, menyadari bahwa perempuan memang lebih banyak khawatirnya dan bahwa dalam kekhawatiran itu nggak enak, saya berusaha untuk lebih memahami kekhawatiran Ibu. Sekarang saya lebih rajin berkabar ke Ibu, sebisa mungkin memberi tahu ketika akan pulang dan ketika sudah kembali lagi ke perantauan supaya Ibu lebih tenang. Soal ini saya juga percaya ketika nanti menjadi seorang Ibu akan merasakan kekhawatiran yang sama, terlebih untuk anak perempuan. Pun soal kekhawatiran, mungkin seharusnya kita lebih khawatir saat Allah nggak ridho sama kita, saat amal-amal yang kita lakukan masih jauh dari sempurna, saat bekal untuk meraih Jannah-nya belum cukup sementara doa masih terus bertambah. Dengan begitu, semoga kekhawatiran yang ada justru menjadi kebaikan dan semakin mendekatkan kita ke Allah. Tapi tetap, sesuai takaran ya. Jangan khawatir berlebihan! J



Source :

[1] https://gaya.tempo.co/read/news/2013/03/18/060467690/perempuan-cenderung-lebih-cepat-cemas

Picture : Pinterest



Selasa, 22 Agustus 2017

Pak Uri dan Kemudahan Allah yang Begitu Dekat



“Pak Uri, saya mau titip di belikan makan.”

“Pak Uri, di mana? Saya mau minta di anter ke SPBU km 62”

“Pak Uri, saya masuk sore. Jemput di depot jam 11 malam ya..”


Itu adalah beberapa contoh  isi sms atau percakapan di telpon saya dengan Pak Uri. Kebanyakan saya minta di belikan makan. Sisanya, setiap masuk shift sore saya minta tolong di antarkan pulang ke kosan. Kadang, saya juga minta di antarkan ke SPBU km 62, tempat menunggu bus untuk pulang ke Jakarta. Biasanya setelah saya sms, tidak ada jawaban dari Pak Uri, tapi tak berapa lama kemudian Pak Uri  datang . MasyaAllah.. saya yakin pasti ini adalah bagian dari kemudahan yang Allah beri untuk saya. Saya yakin ada campur tanganNya yang menggerakkan hati Pak Uri untuk membantu saya.

Jadi memang, ternyata hidup di kota yang bernama Cikampek ini tidak mudah. Lebih tidak mudah lagi untuk orang yang nggak bisa naik motor seperti saya (Hiks, kemana aja sih Ndah..kenapa nggak dari dulu belajar naik motor? L).  Dan, ke-tidak-mudahan itu pun bertambah dengan tidak adanya Gojek/Grabbike/Uber. Kalau  ketika di Bandung saya bisa mengandalkan Gocar/Grabcar even di jam setengah satu pagi, di sini nggak bisa. Padahal di tengah kerja saya yang shift-shiftan, keberadaan si ojek online itu sangat di butuhkan. Huffht.. Cikampek lebih keras dari Jakarta ya, sis! Makaaa saya pun  bertekad untuk bisa naik motor! hohoho (bisa Ndah! InsyaAllah..).

Oke, kembali lagi ke Pak Uri. Pak Uri ini adalah satu dari tiga OB yang ada di depot (baca : terminal BBM tempat saya bekerja) tapi beliau yang paling banyak membantu saya. Kabarnya, rumahnya di belakang depot. Kabarnya lagi punya 8 anak dengan jarak usia yang tidak jauh dan masih ada yang balita. Banyak ya 8 anak.. padahal Pak Uri ini usianya sudah sekitar 50 tahun-an. Jadi, bagi yang membaca tulisan ini mari sama-sama kita doakan semoga Pak Uri selalu di beri kesehatan dan di lapangkan rezekinya J.

Bicara mengenai kemudahan di balik kesulitan, kembali mengingat ayatnya dalam surat Al-Insyiroh ayat 5-6, Allah Ta’ala berfirman :

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahanSesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyiroh : 5-6)

Sedikit penjelasan, digunakan kata ma’a dalam kedua ayat di atasyang asalnya bermakna “bersama”. Artinya, “kemudahan akan selalu menyertai kesulitan”. Oleh karena itu, para ulama seringkali mendeskripsikan, “Seandainya kesulitan itu memasuki lubang binatang dhob (yang berlika-liku dan sempit, pen), kemudahan akan turut serta memasuki lubang itu dan akan mengeluarkan kesulitan tersebut” Padahal lubang binatang dhob begitu sempit dan sulit untuk dilewati karena berlika-liku (zig-zag). Namun kemudahan akan terus menemani kesulitan, walaupun di medan yang sesulit apapun [1]

Maka yakinlah, kemudahan akan selalu menyertai kesulitan. Seperti saat kita ujian di sekolah, setiap kita mampu menjawab soal pertanyaan sejatinya bukanlah semata-mata karena ikhtiar belajar yang sudah kita lakukan tapi karena Allah memberi kita kemudahan untuk mengingat apa yang sudah kita pelajari sehingga kita mampu menjawab soal demi soalnya. Allah itu Maha Baik yang kebaikannNya banyak, menyelinap dari arah yang bahkan tidak kita sangka-sangka atau bahkan tidak kita sadari. Allah itu Maha Dekat yang kemudahanNya begitu dekat, membersamai kesulitan yang kita hadapi. Jadi cobalah perhatikan kembali, mungkin karena kita selalu berfokus pada kesulitan ada kemudahanNya yang terlewat untuk kita syukuri padahal begitu dekat. Seperti Pak Uri ini, adalah bentuk kemudahan Allah untuk saya yang begitu dekat. Alhamdulillah.. J

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk golongan orang yang mampu mengambil hikmah dari setiap skenario-Mu, yang sabar dalam menghadapi setiap ketentuan-Mu, yang mampu mensyukuri setiap cuil pemberianMu.  Aamiin.



2:03. Cikampek.


Sumber : 
[1] https://rumaysho.com/639-yakinlah-di-balik-kesulitan-ada-kemudahan-yang-begitu-dekat.html
gambar : www.kompasiana.com